Rabu, 12 Januari 2011

PERKEMBANGAN PELAYARAN NIAGA DI INDONESIA


Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong pertumbuhanekonomi yang dapat mempercepat perkembangan perdagangan suatu negara. Perkembangan perdagangan akan sangat tergantung pada dukungan trasnportasi sebagai sarana distribusi barang maupun mobilitas pelaku perdagangan. Salah satu sarana trasnportasi paling efisien dalam perdagangan internasional saat ini adalah angkutan laut yang merupakan sarana angkutan massal dengan kemampuan jangkauan jarak jauh. Sehingga kemajuan dibidang angkutan laut akan berperanan besar dalam mendorong pertumbuhanekonomi suatu negara.
Kegiatan perdagangan di Indonesia sudah ada sejak era kerajaan Sriwijaya-Majapahit, diteruskan di era kerajaan Islam. Era ini surut dengan datangnya para pedagang Eropa yang kemudian menjajah. Disusul kebangkitan kedua yang ditandai Deklarasi Djuanda tahun 1957 dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1964 kemudian dipertegas Peraturan Pemerintah Nomor 1 dan 2 tahun 1969. Di era itu Perusahaan Pelayaran Nasional berjaya karena kontribusi kapal Pelayaran Niaga Nasional terhadap pembangunan negara dengan diberlakukannya asas cabotage—penyelenggaraan pelayaran dalam negeri oleh Perusahaan Pelayaran Nasional menggunakan kapal berbenderaIndonesia—oleh pemerintah. Sedangkan pelayaran luar negeri merupakan kerja sama Perusahaan Pelayaran Nasional dengan Perusahaan Pelayaran Asing dengan asas pembagian angkutan muatan yang wajar (fair share) sesuai Konvensi PBB 1975. Tapi era itu surut karena berbagai kebijakan scrapping(pembesituaan) kapal melalui Keputusan Menteri Nomor 57 tahun 1983 dan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 1985 serta Paket November tahun 1988 (Paknov 88) dan diakhiri oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992. Kebangkitan pelayaran di Indonesia pada era millenium ketiga ini ditandai oleh keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkatan di Perairan dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang PemberdayaanIndustri Pelayaran Nasional, yang dilanjutkan dengan pembahasan rancangan undang-undang pelayaran sebagai revisi dan pengganti dari Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran. Dan pada tanggal 8 Mei 2008 disyahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 diharapkan telah dapat mengakomodir/mewakili kepentingan semua pihak yang berkaitan dengan pelayaran, dapat menunjang sistem ketahanan pangan nasional, dan memiliki visi yang jauh ke depan sehingga pelayaran nasional dapat berjaya kembali. Tentu saja, didukung oleh kebijakan pelabuhan, keselamatan dan keamanan maritim yang tepat guna. Secara historis empirik, keluarnya UU Nomor 17 Tahun 2008 seharusnya merupakan kebangkitan pelayaran nasional untuk menjadi Tuan di Laut Kita Sendiri.
1.   Tahun 1890-1935
Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah colonial Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijke Paketvaart Maatscappi) dan merupakan satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak monopoli di Bidang pelayaran di Indonesiadisamping kewenangan administrasi pemerintah sampai batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.
2.   Tahun 1936-1942
Pada tahun 1936, dengan disahkannya undang-undang perkapalan (Indische Scheepvartet) memberikan banyak fasilitas bagi perusahaan pelayaran KPM. Hal itu menyebabkan perusahaan KPM berkembang pesat dan mampu menyelenggarakan pelayaran di seluruh wilayah perairan Indonesia.
3.   Tahun 1942-1945
Pada tahun 1942, dengan adanya pendudukan Jepang di Indonesia, kapal-kapal niaga digunakan untuk melayani keperluan tentara Jepang, sehingga hampir semua pelayaran niaga terhenti operasinya.
4.   Tahun 1945-1956
Pada tahun 1945-1956, setelah tentara Jepang menyerah, pemerintah Belanda mencoba menghidupkan kembali perusahaan pelayaran KPM dengan mendirikan perusahaan pelayaran lain yang mendukung usaha KPM tersebut. sementara itu di wilayah kekuasaan republik Indonesia telah beroperasi beberapa perusahaan pelayaran. Pada tahun 1951 pemerintah RepublikIndonesia mendirikan PN. PELNI, sehingga terjadi dualisme penguasaan dalam pelayaran KPM oleh Belanda dan PN. PELNI oleh Indonesia.
5.   Tahun 1957-1960
Pada tahun 1957 perusahaan pelayaran KPM dinasionalisasikan dan seluruh kekayaannya antara lain berupa 79 kapal berkapasitas lebih dari 135.000 DWT diserahkan kepada PN. PELNI. disamping PN. PELNI pada waktu itu juga tumbuh beberapa perusahaan pelayaran swasta nasional, tetapi pada tahun 1960 karena kelesuan ekonomi banyak perusahaan pelayaran swasta nasional mengalami kepailitan.
6.   Tahun 1960-1968
Pada periode ini kondisi ekonomi di Indonesia kurang menguntungkan bagi duniapelayaran karena tingkat inflasi yang tinggi (+ 300 %), sehingga menyebabkan banyak perusahaan pelayaran mengalami kesulitan dana untuk menambah/memperbaharui armada. Kondisi ini diperburuk dengan semakin menurunnya
fasilitas pelayaran niaga dan navigasi. Pemerintah Indonesia pada saat itu telah membantu pengadaan kapal dengan dana pinjaman luar negeri dari Negara-negara blok timur. Jenis dan tipe kapal beserta peralatan yang tidak sesuai dengan kondisi perairan Indonesia, menyebabkan tambahan sarana pelayaran tersebut tidak banyak membantu meningkatkan produktivitas pelayaran.
7.   Tahun 1969-1980
Pembinaan pelayaran ditekankan pada pembinaan pelayaran dalam negeri (Pelayaran Nusantara) yang dimaksudkan untuk menghidupkan kegiatan pelayaran yang tetap dan teratur antara pelabuhan-pelabuhan utama di seluruh Indonesia. Pembinaan pelayaran ini antara lain dituangkan dalamprogram pengembangan pelayaran yang disebut RLS (Regulas Liners Service). Jaringan pelayaran dikelompokkan dalam golongan trayek yaitu:
- Trayek pelayaran di wilayah barat
- Trayek pelayaran di wailayah Timur
- Trayek kapal Penumpang dan trayek pelayanan Ke Singapura.
Trayek – trayek ini mencakup lebih dari 90 pelabuhan dengan tidak membedakan antara trayek utama dan trayek local, sehingga dapat membuka pelayaran langsung di seluruh wilayah Indonesia. Dalam prakteknya, tidak semua trayek dapat diisi. Masing-masing perusahaan saling memperebutkan trayek pelayaran ke Singapura sedangkan trayek-trayek yang tidak potensial terutama di wilayah timur ditinggalkan.
8.   Tahun 1980-1987
Periode tahun 1980-1987 merupakan program pemantapan pola angkutan laut nusantara di seluruh Indonesia melalui program RLS. Program ini diadakan penyempurnaan trayek pelayaran Nusantara, yaitu:
- Trayek Pelayaran Nusantara Barat
- Trayek Pelayaran Nusantara Timur
- Trayek Pelayaran Nusantara Timur Ke Nusantara Barat
- Trayek Pelayaran Nusantara Barat Ke Nusantara Timur
9.   Tahun 1988-1994
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1988 yang lebih dikenal dengan PAKTO 1988 (Paket Oktober 1988), pemerintah melaksanakan deregulasi di bidang pelayaran yang meliputi:
-     Penyederhanaan di bidang perizinan, antara lain, berupa penyatuan izin usaha pelayaran dan izin operasi.
-     Pengelompokan jenis usaha pelayaran sesuai perizinannya menjadi
• Pelayaran Luar Negeri
• Pelayaran Dalam Negeri
• Pelayaran Rakyat
• Pelayaran Perintis
10.  Tahun 1994-2005
Penyederhanaan perizinan di bidang usaha pelayaran sesuai PAKTO 88 tersebut disamping memperlancar arus barang dan penumpang juga menimbulkan pengaruh negative bagi pertumbuhan pelayaran Nasional. Deregulasi tersebut memberikan keleluasan bagi kapal-kapal berbendera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak/mempersempit pangsa pasar pelayaran nasional baik untuk angkutan barang luar negeri maupun angkutan barang dalam negeri.
11.  Tahun 2005 s.d Sekarang
Dengan terbitnya Inpres Nomor: 5 Tahun 2005 tentang PemberdayaanIndustri Pelayaran Nasional, yang dilanjutkan dengan revisi Undang-Undang Pelayaran Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran menjadi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, maka dimulainya era baru dalam perkembangan industri pelayaran nasional, dimana pemerintah mengeluarkan kebijakankebijakan yang mendukung pemberdayaan industri pelayaran nasional, yaitu sebagai berikut:
a.   Penerapan asas cabotage secara konsekuen;
b.   Menata kembali dan menyempurnakan kebijakan perpajakan yang ada agar lebih mendukung tumbuh dan berkembannya industri pelayaran nasional
c.   Mendorong perbankan nasional untuk berperan aktif dalam rangka pendanaan untuk mengembangkan industri pelayaran nasional.
d.   Mewajibkan setiap kapal dan muatan untuk diasuransikan, dan menetapkan kebijakan yang mendorong perusahaan asuransi nasional untuk bergerak dibidang asuransi perkapalan.
e.   Menata kembali penyelenggaraan angkutan laut nasional (jaringan trayek, pemberian insentif, mempercepat ratifikasi konvensi internasional yang berkaitan dengan perkapalan, dll).
f.    Membentuk forum informasi muatan dan ruang kapal.
g.   Melakukan penataan kembali penyelenggaraan pelabuhan, termasuk penataan kembali terhadap penyempurnaan tatanan kepelabuhanan nasional.
h. Mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pelayaran, menggunakan sebesar-besarnya muatan lokal dan melaksanakan alih teknologi.
i.    Memberikan jaminan penyediaan BBM untuk perusahaan pelayaran nasional.
j.    Mendorong pemerintah dan swasta untuk mengembangkan pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kepelautan (kemaritiman).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar